Daftar
Inventaris Masalah (DIM) RUU penyiaran yang disusun oleh pemerintah sangat pro
terhadap industri, bahkan dalam penyusunannya dapat disebut di “intervensi”
oleh industri dan mengabaikan pertasipasi masyarakat. Demikian yang disampaikan oleh Hery
Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia.
Lebih lanjut
Hery menyatakan bahwa, atas dasar ini layaklah kalau masyarakat meminta
pemerintah menarik DIM RUU Penyiaran yang telah disusun oleh pemerintah karena
tidak memberikan kepentingan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Kesimpulan
ini berdasarkan informasi yang disampaikan oleh jajaran Kemenkominfo ketika
bertemu dengan konsorsium masyarakat sipil untuk perlindungan anak dari zat
adiktif.
Dalam pertemuan ini pihak
Kemenkominfo menyampaikan bahwa dalam proses penyusunan DIM RUU penyiaran,
Kemenkominfo mengundang pihak Industri yaitu Industri Rokok, Industri Televisi
dan Industri Periklanan (yang disebutkan saat itu) untuk memberikan masukan
pada penyusunan DIM RUU Penyiaran.
Menurut Hery, kenapa hanya pihak
industri saja yang diundang memberikan masukan tetapi pihak masyarakat tidak
diundang untuk memberikan masukan. Sebegitu pentingkah pendapat industri bagi
Kemkominfo tetapi pendapat dan peran serta
masyarakat diabaikan ?
Selain itu, kenapa Industri Rokok
diundang untuk memberikan masukan padahal industri rokok tidak terkait penuh
dalam RUU Penyiaran. Kalau hal-nya terkait iklan, banyak industri lain juga
beriklan. Hal ini menjawab pertanyaan mengenai penghilangan frasa adiktif di
pengaturan siaran iklan dalam Dim RUU Penyiaran.
Apakah penghilangan frasa adiktif
ini untuk memastikan keberadaan iklan rokok didalam media penyiaran, karena didalam
RUU ini rokok masih boleh beriklan padahal perkembangan hukum saat ini sudah
menyatakan bahwa rokok adalah produk adiktif sehingga seyogyanya tidak boleh
diklankan?
Penghilangan frasa adiktif ini
mengingatkan kita pada tragedi penghilangan paksa Pasal adiktif dalam UU No.39
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang sempat mencengangkan publik di awal tahun
2010 yang lalu, dimana beberapa politisi sempat dilaporkan ke polisi atas
penghilangan frasa ini, dan beberapa pejabat kementerian disinyalir etrlibat dalam
penghilangan pasal ini.
Atas dasar informasi ini dapat
disebut bahwa DIM RUU Penyiaran yang disusun oleh pemerintah telah di
Intervensi oleh Industri karena dalam pembahasannya Industri diberikan ruang
untuk menyampaikan apa maunya. Tetapi masyarakat harus terpontang panting untuk
menyampaikan masukannya kepada pemerintah.
Permasalahan
penyiaran seharusnya tidak hanya masalah “regulator” dan industri saja tetapi
juga menjadi bagain dari permasalahan masyarakat. Karena masyarakatlah yang
menjadi penerima dampak dari apa saja yang disiarkan oleh industri penyiaran.
Sudah selayaknya masyarakat juga dilibatkan secara penuh terhadap proses
penyusunan regulasi penyiaran. (Rinaldo)