Minggu, 30 Maret 2014

Pemerintah Abaikan Masyarakat, DIM RUU Penyiaran Pemerintah Diintervensi Industri



Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU penyiaran yang disusun oleh pemerintah sangat pro terhadap industri, bahkan dalam penyusunannya dapat disebut di “intervensi” oleh industri dan mengabaikan pertasipasi masyarakat.  Demikian yang disampaikan oleh Hery Chariansyah, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia.
Lebih lanjut Hery menyatakan bahwa, atas dasar ini layaklah kalau masyarakat meminta pemerintah menarik DIM RUU Penyiaran yang telah disusun oleh pemerintah karena tidak memberikan kepentingan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Kesimpulan ini berdasarkan informasi yang disampaikan oleh jajaran Kemenkominfo ketika bertemu dengan konsorsium masyarakat sipil untuk perlindungan anak dari zat adiktif.
Dalam pertemuan ini pihak Kemenkominfo menyampaikan bahwa dalam proses penyusunan DIM RUU penyiaran, Kemenkominfo mengundang pihak Industri yaitu Industri Rokok, Industri Televisi dan Industri Periklanan (yang disebutkan saat itu) untuk memberikan masukan pada penyusunan DIM RUU Penyiaran.
Menurut Hery, kenapa hanya pihak industri saja yang diundang memberikan masukan tetapi pihak masyarakat tidak diundang untuk memberikan masukan. Sebegitu pentingkah pendapat industri bagi Kemkominfo tetapi pendapat dan peran serta  masyarakat diabaikan ?
Selain itu, kenapa Industri Rokok diundang untuk memberikan masukan padahal industri rokok tidak terkait penuh dalam RUU Penyiaran. Kalau hal-nya terkait iklan, banyak industri lain juga beriklan. Hal ini menjawab pertanyaan mengenai penghilangan frasa adiktif di pengaturan siaran iklan dalam Dim RUU Penyiaran.
Apakah penghilangan frasa adiktif ini untuk memastikan keberadaan iklan rokok didalam media penyiaran, karena didalam RUU ini rokok masih boleh beriklan padahal perkembangan hukum saat ini sudah menyatakan bahwa rokok adalah produk adiktif sehingga seyogyanya tidak boleh diklankan?
Penghilangan frasa adiktif ini mengingatkan kita pada tragedi penghilangan paksa Pasal adiktif dalam UU No.39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang sempat mencengangkan publik di awal tahun 2010 yang lalu, dimana beberapa politisi sempat dilaporkan ke polisi atas penghilangan frasa ini, dan beberapa pejabat kementerian disinyalir etrlibat dalam penghilangan pasal ini.
Atas dasar informasi ini dapat disebut bahwa DIM RUU Penyiaran yang disusun oleh pemerintah telah di Intervensi oleh Industri karena dalam pembahasannya Industri diberikan ruang untuk menyampaikan apa maunya. Tetapi masyarakat harus terpontang panting untuk menyampaikan masukannya kepada pemerintah.
Permasalahan penyiaran seharusnya tidak hanya masalah “regulator” dan industri saja tetapi juga menjadi bagain dari permasalahan masyarakat. Karena masyarakatlah yang menjadi penerima dampak dari apa saja yang disiarkan oleh industri penyiaran. Sudah selayaknya masyarakat juga dilibatkan secara penuh terhadap proses penyusunan regulasi penyiaran. (Rinaldo)

Kamis, 27 Maret 2014

DEWAN PERS SEMENA-MENA



Pernyataan sikap DEWAN PERS patut dipertanyakan terkait seorang jurnalis yang terlibat dalam pencalegkan. Hal ini agak sulit dilihat dari kasat mata niat dan maksud daripada kebijakan ini. Seharusnya siapa saja bisa jadi wartawan tidak dibatasi oleh apapun. wartawan itu adalah kontrol sosial, memberikan pendidikan/pencerahan, informatif yang bisa dilakukan oleh siapa saja (PERS BUKAN KAPITALIS MELAINKAN ADALAH JIWA AKTIVIS). DEWAN PERS sekarang sudah dibawa ke politik oleh SBY karena sudah merasa kalah publikasi oleh media. Padahal DEWAN PERS bisa mengintruksikan pembatasan terhadap setiap media dalam pemberitaan caleg/partai atau setiap media harus menampilkan caleg dari partai lain juga, secara teknis saja. Bukannya disuruh mundur.

APA SIH… SINAR PAGI “BARU” ITU ???



Nama media kami SINAR PAGI "Baru" layaknya PDI PERJUANGAN dengan hubungannya dengan PDI sebelumnya adalah perjuangan kami khususnya Bapak TUNGGAL SARAGIH, SH (beliau menolak menerima pesangon, dalam perjalanan karirnya beliau juga dipanggil oleh manajemen Sinar Pagi yang sudah dipegang oleh Bakrie Group PT Nusatama, tetapi 6 bulan kemudian memberhentikan diri karena tidak mau mencabut gugatan dan menghentikan perjuangan koperasi karyawan harian umum sinar pagi) ketika melawan pembelian SINAR PAGI dari Yayasan Pers El Horas yang di jual kepada Bakrie Group (1996). Badan Hukum Sinar Pagi “Baru” adalah Koperasi Karyawan Sinar Pagi yang mana koperasi berdasarkan akte notaris pendirian SINAR PAGI memiliki andil dalam sahamnya  40%, tetapi dana itu tidak ada diberikan kepada koperasi. Sepanjang perjalanan hukum hingga tahun 2001 nampaknya hukum belum berpihak kepada perjuangan kami, kasus ini hanya "peti es". kemudian kami membuat terbitan tandingan nama "baru" dibelakang SINAR PAGI sebagai bentuk perjuangan melawan SINAR PAGI terbitan Bakrie Group. saat itu hanya SINAR PAGI "Baru" dengan SINAR PAGI milik Bakrie yang ada. akan tetapi ternyata saat ini, nama SINAR PAGI banyak yang bermunculan... tetapi kami tetap menggunakan nama SINAR PAGI "Baru" dengan kelengkapan SIUP, TDP, NPWP, DOMISILI yang lengkap sesuai undang-undang yang berlaku dan terdaftar di DEWAN PERS sejak awal terbit tahun 2001.
Kami tidak mempermasalahkan masalah nama tersebut, sekarang bagaimana kita berjuang untuk membesarkan media masing-masing dan di terima oleh masyarakat. MAKA DENGAN INI KAMI SAMPAIKAN BAHWA SINAR PAGI "BARU" adalah SINAR PAGI "BARU" yang memiliki sejarah panjang atas nama tersebut. jika ada media lain yang mengatasnamakan SINAR PAGI yang silahkan saja, KAMI TETAP ADALAH SINAR PAGI "BARU".
Sepanjang tidak sama persis nama media, karena banyak yang menggunakan nama SINAR PAGI kami tetap memaknai hal tersebut sebagai “KEBEBASAN PERS” yang mana semua warga negara berhak untuk menerbitkan surat kabar.
-salam perjuangan-. Ttd REDAKSI.

WAWAN PERNAH TERIMA DANA Rp 9 M DARI RATU ATUT



Sepeninggal Ketua Umum Kadin Banten, Tugabus Chaeri Wardana yang biasa dipanggil Wawan yang ditanggap KPK beberapa waktu lalu masih meninggalkan banyak kejanggalan termasuk salah satunya adalah hibah dari Gubernur Banten Ratu Atut (Pemrov Banten) kepada Kadin Banten senilai Rp. 9 milyar dinilai banyak pihak perlu diperiksa terkait dana yang sangat besar ini, mengingat pemberi hibah adalah kakak kandung sebagai gubernur sedangkan penerima hibah adalah Wawan sebagai adik kandungnya gubernur.
Dana anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan lahan, pembangunan gedung kantornya Kadin Banten, untuk biaya sarana dan prasarana Kadin Banten, biaya sarana dan prasarana sekretarian Kadin Banten, biaya operasional berupa gaji dan perlengkapan pengurus, untuk operasional Dewan Pengurus Kadin Banten, biaya promosi untuk Kadin Banten, dll. Demikian disampaikan oleh Wakil lewat surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum H.Iyus Y Suptandar, BBA menjawab konfirmasi wartawan SPB beberapa waktu lalu.
Seperti pemberitaan media ini sebelumnya, dari informasi yang himpun dan sangat layak dipercaya menyebutkan bahwa dalam pengadaan tanah dari anggaran yang digunakan Kadin tersebut masih terkendala dalam sertifikat tanahnya, dan pembangunan juga bermasalah karena masyarakat sekitar ada yang menolakkarena ijin pembangunan juga diragukan. Selain masalah tersebut juga, dengan anggaran tersebut dibelikan beberapa kendaraan mewah bagi pengurus Kadin Banten.
Kucuran dana hibah APBD Banten 2012 kepada Kadin Banten  itu menjadi kontroversi. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara, Ade Irawan mengatakan dana hibah dan bansos mestinya dikucurkan kepada yang mengurus hajat hidup orang banyak, ujarnya seperti dikutip dari media lain.
Begitu juga satu ketua LSM Hati Nurani Rakyat (HANURA), Anton Sijabat, SH juga angkat bicara mengatakan, sangat aneh bila penerima hibah dengan jumlah yang sangat besar diberikan kepada organisasi profesional seperti Kadin. “Ibarat memberikan sumbangan
kepada orang kaya. Saya ini ada kaitannya dengan siapa yang memimpin Kadin, yakni TCW atau Wawan”, katanya saat dimintai pendapatnya. Untuk itu ia meminta kepada penegak hukum untuk memeriksa anggara hibah ini, dan segera membuat permintaan kepada pihak terkait untuk menyoroti hal ini. (rinaldo)